Senin, 20 Juni 2011

Sejarah Berdirinya Tugu Khatulistiwa Pontianak


Tugu Khatulistiwa Pontianak di bangun pada tahun 1928 oleh tim Exspedisi Geograpi Internasional yang di pimpin oleh seorang ahli Geograpi berkebangsaan Belanda, yang dilakukan secara Astronomi, artinya bahwa Pengukuran yang mereka Lakukan tanpa mempergunakan alat yang canggih seperti satelit atau GPS, mereka hanya berpatokan pada Garis yang tidak Smooth (garis yang tidak rata / bergelombang) serta berpatokan benda-benda alam seperti, rasi bintang (Ilmu Falaq).
                Tugu Khatulistiwa yang asli terbuat dari kayu Belian (kayu Besi, atau kayu ulin) terdiri dari empat tonggak yang mana 2 buah tonggak bagian depan dengan tinggi 3,05 Meter dari permukaan tanah, dan 2 buah tonggak bagian belakang dengan tinggi 4,40 meter dari permukaan tanah. Keterangan symbol berupa anak panah menunjukan arah utara selatan (lintang 0`derajat). Keterangan symbol berupa flat lingkaran yang bertuliskan EVENAAR yang artinya Khatulistiwa (bahasa Belanda) menunjukan belahan garis khatulistiwa atau batas utara dan selatan. Sedangkan plat dibawah arah panah ditulis 109°20’0”0LvGR artinya garis khatulistiwa di Kota Pontianak bertepatan dengan 109° garis bujur timur 20 menit 00 detik GMT.
                Tugu khatulistiwa mempunyai beberapa tahap penyempurnaan yang dimulai dari tahun 1928 yaitu tahun 1930 yang disempurnakan adalah tonggak, lingkaran beserta tanda panah. Tahun 1938 disempurnakan lagi oleh arsitek Silaban adalah Lingkaran. Pada tahun 1990-1991 dibangun Duplikat/replika Tugu Khatulistiwa serta bangunan pelindung yang di bangun secara permanent berbentuk Kubah dan di resmikan pada tanggal 21 September 1991 Oleh Gubenur Kalimantan Barat Parjoko Suryo Kusomo.
                Garis khatulistiwa membentang melingkari tengah-tengah dan membelah bumi menjadi 2 (dua) belahan yang sama yaitu Belahan Utara dan Belahan Selatan. Garis  khatulistiwa  melewati  beberapa  kota di Provinsi Kalimantan Barat, yakni :  Sekadau, Nanga Dedai  dan  beberapa provinsi di Indonesia, di antaranya: 1. Provinsi  Sumatra Barat. 2. Provinsi  Riau. 3. Provinsi  Kalimantan Tengah. 4. Provinsi  Kalimantan Timur. 5. Provinsi  Sulawesi Tengah. 6.Provinsi Maluku  7. Provinsi  Irian Jaya. Selain itu juga  garis  khatulistiwa  tersebut melintasi  5  (lima) Negara di Benua Afrika, yakni : Gabon, Zaire, Uganda, Kenya dan Somalia. Di Amerika  latin, Garis Khatulistiwa melintasi 4 (empat) Negara, yakni : Equator, Peru, Colombia dan Brazil.
                Dalam kenyataannya Bumi selain berputar pada sumbunya (Rotasi) ,juga Berevolusi mengelilingi Matahari dengan periode satu tahun  (365,seperempat hari). Dengan adanya Rotasi tersebut, maka terjadi siang dan malam, dan dengan adanya revolusi bumi, maka timbul perubahan musim. Dalam 1 (satu) tahun, matahari melintasi garis Khatulistiwa sebanyak 2 (dua) kali, yakni : antara tanggal 21-23  Maret yang bergerak ke arah Utara dan antara 21-23 September bergerak kearah selatan. Kulminasi merupakan suatu kejadian, dimana matahari tepat berada di Garis Khatulistiwa.
                Pada siang hari terjadi kulminasi atas, yaitu bila pusat matahari benar-benar berada di Garis Khatulistiwa. Sedangkan kulminasi bawah terjadi bila pusat matahari berada di Garis Bujur di balik belahan bumi utara dan selatan. Bagi kita yang berada di Garis Khatulistiwa, matahari akan tampak di atas kepala, kulminasi atas, terjadi sekitar tanggal 21-23 Maret dan tanggal 21-23 September. Titik balik selatan terjadi sekitar tanggal 21 Desember dan titik balik utara terjadi sekitar tanggal 21 Juni. Titik perpotongan antara pusat matahari dengan Garis Khastulistiwa pada tanggal 21-23 Maret yang di sebut Vermal Equinox atau (awal Musim Semi). Untuk perpotongan yang terjadi pada tanggal 21-23 September di sebut Autum Equinox  (awal Musim Gugur).  
Ciri Khas Khatulistiwa  :   
                1.             Curah hujan yang tinggi
                2.             Suhu dan Temperatur  Tinggi
                3.             Sinar matahari menyinari terus menerus sepanjang masa. (melimpah).
                Kemudian tahun 2005 pada bulan Maret, posisi Tugu Khatulistiwa di Koreksi kembali oleh tim dari BPPT yang berkerja sama dengan Pemerintah Kota Pontianak Secara satelit, ternyata terdapat perbedaan ±117 m dari posisi yang asli kearah selatan Khatulistiwa. Perbedaan itu terjadi karna factor akurasi alat dan cara yang di gunakan pada waktu dulu dan sekarang. Menurut ahli Geologi, Bumi itu mengalami pergeseran secara alami sebanyak ± 1 mm, apalagi kalau terjadi gempa akan semakin besar pergeserannnya. Jadi perbedaan antara Pengukuran Astronomi (Ilmu Falaq)  dan Satelit tidaklah perlu kita perdebatkan, kita harus menghargai perbedaan dan jerih payah orang-orang terdahulu sebelum pengukuran secara satelit di temukan. Yang harus kita lakukan sekarang adalah memelihara dan melestarikan asset yang sangat berharga ini agar tidak hilang di makan jaman serta demi untuk generasi yang akan datang.

Hari Kulminasi di Khatulistiwa


Bagi Anda yang tinggal di Pontianak, pada hari kulminasi matahari, Anda tidak akan menemukan bayangan Anda kendati matahari bersinar terik. Kenapa? Sebab, pada Hari Kulminasi, posisi matahari tepat melintas di atas Pontianak. Pada saat itu biasanya wisatawan mancanegara berbondong-bondong datang ke Pontianak untuk membuktikan bahwa tidak terdapat bayangan di tugu khatulistiwa.
Gerak Semu Matahari
Hari kulminasi atau disebut juga Ekinoks Matahari adalah hari ketika matahari tepat berada di wilayah khatulistiwa. Selama satu tahun, matahari mengalami dua kali Ekinoks, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September (Bayong Tjasyono, 2006). Namun menurut prediksi, ekinoks untuk tahun 2000-2010 yang dibuat oleh Astronomical Applications Department Amerika Serikat, Ekinoks pada tahun 2008 jatuh pada 20 Maret dan 22 September 2008.
Apa penyebab terjadinya Ekinoks Matahari? Ekinoks matahari merupakan akibat dari gerak semu matahari. Gerak semu memperlihatkan bahwa matahari seolah-olah bergerak sepanjang tahun terhadap bumi dari arah utara menuju selatan. Pada 21 Juni, matahari berada di belahan bumi utara (23,5 derajat Lintang Utara). Pada 23 September, matahari berada tepat di khatulistiwa. Pada 22 Desember, matahari berada di belahan bumi selatan (-23,5 derajat Lintang Selatan). Pada 21 Maret, matahari kembali berada di khatulistiwa. Pada saat matahari berada di utara dan selatan (21 Juni dan 22 Desember) disebut dengan Solstis Matahari.
Kenapa terjadi gerak semu? Bumi melakukan dua gerakan sekaligus: berotasi pada sumbunya dan berevolusi terhadap matahari. Sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus terhadap sumbu revolusi, tapi memiliki kemiringan sebesar 23,5 derajat. Karena kemiringan ini, bagian bumi yang diterangi matahari berbeda-beda selama setahun. Dari Maret hingga September, lebih banyak menerangi bumi utara daripada selatan. Kemudian, dari September hingga Maret terjadi sebaliknya. Jika fenomena ini dicermati dari bumi, maka terlihat seolah-olah matahari bergerak dari utara ke selatan selama setengah tahun, lalu bergerak dari selatan ke utara pada setengah tahun berikutnya. Gerak semu ini juga berakibat pada terbentuknya empat musim di bumi, yaitu: gugur, dingin, semi, panas. Akibat Ekinoks Matahari Pada saat terjadi Ekinoks, lama waktu antara siang dan malam sama (12 jam) di seluruh permukaan bumi. Bagi kita yang hidup di khatulistiwa, mungkin malam dan siang sama lamanya. Tapi tidak bagi orang yang tinggal di kawasan utara atau selatan. Di musim dingin, orang Eropa merasakan malam lebih panjang dari siang. Sementara pada saat yang bersamaan, orang Australia merasakan siang yang lebih lama. Nah, pada saat ekinoks inilah, orang di utara atau selatan merasakan rentang waktu siang dan malam yang sama. Selain itu, ekinoks juga digunakan sebagai penanda musim, terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan utara dan selatan. Contohnya, di kawasan utara, 21 Maret (Vernal Equinox) adalah penanda awal musim semi, sementara 23 September (Autumnal Equinox) merupakan awal musim gugur.

Pengaruh Ekinoks Bagi Atmosfer Indonesia

Apa pengaruh ekinoks matahari bagi atmosfer Indonesia? Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negeri yang terletak di khatulistiwa (7 derajat Lintang Utara hingga 10 derajat Lintang Selatan). Sementara itu, ekinoks matahari terjadi dua kali di wilayah Indonesia (tepatnya di Pontianak dan daerah lain yang terletak persis di garis khatulistiwa). Akibatnya, negeri ini menerima energi matahari yang melimpah ruah sepanjang tahun. Energi panas ini selanjutnya dipakai untuk menggerakkan atmosfer secara global ke seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu dari tiga wilayah di khatulistiwa yang menjadi pusat pertumbuhan awan dan pembentukan hujan seluruh dunia. Selain itu, Indonesia juga menjadi wilayah di dunia yang memiliki curah hujan tinggi. Penelitian menyebut, sekitar 70 persen hujan di dunia turun di khatulistiwa. Tiga wilayah penting di dunia, di mana atmosfernya mengalami konveksi (proses pemanasan dan pembentukan awan di atmosfer) sangat aktif, yaitu Indonesia, Afrika Tengah, Amerika Selatan (Amazon, Brazil) (Bayong Tjasyono, 2006).
Selain itu, Indonesia merupakan wilayah kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Samudra dan benua tersebut memicu terbentuknya angin musiman (monsun). Monsun ini selanjutnya memengaruhi musim di Indonesia. Akibatnya, di Indonesia hanya terjadi dua musim yang diukur berdasarkan kadar curah hujan, yaitu musim kemarau (curah hujan sangat sedikit) dan musim hujan (curah hujan sangat banyak). Ekinoks juga berpengaruh langsung pada pola curah hujan di Pontianak, yang secara umum berbeda dengan pola curah hujan di wilayah Indonesia. Wilayah di Indonesia umumnya mengalami satu puncak curah hujan yaitu pada Desember atau Januari. Sementara di Pontianak, terjadi dua kali puncak curah hujan, yaitu pada Maret dan November.

Publication by KASNAWI STAF DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA PONTIANAK
Resources by Erma Yulihastin Penulis adalah Staf Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN): www.dirgantara-lapan.or.id